5.10.2011

Harga Sebuah Kebebasan Adalah Toleransi & Resiko

Sebagai manusia yang merdeka tentu saja “Kebebasan” itu memang tidak bersyarat, (bisa) saja tidak terikat  Etika - Moral, Tetapi ketika “Kebebasan” diadaptasikan kedalam kehidupan bermasyarakat baik perorangan, maupun umum, maka kebebasan itu menjadi punya “harga” dan harga itu bernama Toleransi dan Resiko.
Indonesia negara yang merdeka,
rakyatnya punya kemerdekaan untuk berexpresi
Harga sebuah kebebasan. Tentu beragam jenis dan beragam efek yang ditimbulkannya. Ada kebebasan yang berharga sebuah resiko, seperti kebebasan berekspresi dalam pentas seni karikatur seorang Nabi yang sempat menguncang dunia.
Ada kebebasan yang berharga sebuah resiko perubahan hidup, contohnya kebebasan seks pranikah yang akan memberi perubahan tantanan hidup seorang gadis menjadi seorang ibu, jika sampai terjadi kehamilan.
Ada kebebasan yang membuat kita, beresiko kehilangan harga diri dan hak sebagai orang bebas, dimana kita terlibat masalah yang sampai dipenjara.
Ada kebebasan yang berharga sebuah permulaan dari hidup baru, contohnya kebebasan seorang napi yang mana kebebasannya, seharusnya menjadi moment sebuah perubahan untuk memulai hidup yang lebih baik.
Ada kebebasan yang berharga sebuah prestasi, dimana seseorang memberi kita kebebasan dalam mengekspresikan diri dalam berkarya dan memberi kebebasan berpendapat yang menunjang suksesnya sebuah prestasi kerja.
Ada kebebasan yang berharga sebuah kenikmatan hidup, contohnya seseorang yang terbebas dari suatu deraan sakit penyakit berat yang mengerogoti kesehatan fisiknya.
foto ini kiriman seorang teman lama yang tinggal di Belanda
Ritual keagamaan (meditasi) dimana pesertanya bugil.!
potret sebuah kebebasan berbuat yang butuh toleransi dari sesamanya
Kebebasan dalam berekspresi, bisa berakibat baik atau buruk untuk pencetus/ pembuat dan penerima serta pemakai kebebasan itu. Tentu saja semua punya “harga” masing-masing. Seperti kebebasan dari ekspresi seorang teman/ sekelompok orang yang tidak bisa kita terima, karena menyinggung atau membuat tidak enak/ sakit hati pada diri kita, tentu harganya adalah sebuah pembelajaran, bagaimana kita belajar bahwa kebebasan yang diekspresikan orang lain, bisa berakibat pada yang lainnya. Perlu diingat, resiko yang didapat dan toleransi yang diberikan. Jadi kita belajar menghargai pula kebebasan yang diekspresikan orang lain, tentu dibatasi pula oleh kebebasan yang lainnya, benar pepatah mengatakan : diatas langit, masih ada langit.!. Kebebasan dengan harganya, merupakan sebuah proses untuk kematangan jiwa dimana kita mengenal lebih jauh, ada budaya/ kebiasaan-kebiasaan serta hak orang lain yang patut kita hargai.
Ada kebebasan yang berharga sebuah toleransi, contohnya yang paling mudah dilihat dan dirasakan keefektifannya pada lingkungan, yaitu kebebasan merokok di arena umum. Contoh lain kebebasan yang berharga sebuah tolerasi kepercayaan, yaitu ketika hari ‘Raya Kurban’ tiba banyak sapi disembelih, padahal bagi umat hindu, sapi adalah binatang suci. Nah disini umat Hindu mampu bertolerasi, untuk memberi kebebasan pada umat islam untuk melakukan ritual keagamaannya. Demikian juga ketika bulan puasa tiba, umat non muslim memberi toleransinya pada umat muslim yang menabuh bedug disaat sahur, ketika umat non muslim sedang terlelap tidur.
Masih banyak lagi contoh-contoh ‘harga’ (baca : Toleransi dan Resiko) dari sebuah kebebasan. Tergantung bagaimana kita mengekspresikan kebebasan itu dengan aplikasinya, baik dalam interaksi yang terealisasi dalam keseharian hidup.
Sebuah pertanyaan yang mengelitik kalbu, bisakah sebuah ‘kebebasan’ jika dipandang sebagai sesuatu yang mutlak terlepas dari etika, moral dan toleransi.? Jelas jika kita mempermasalahkan harga sebuah ‘kebebasan’ tanpa berpikir realisasi toleransi yang boleh terjadi atau akan didapat dengan resiko yang ditimbulkan/ didapat, maka kebebasan, hanya boleh menjadi sebuah aksi NATO (No Action Talk Only) hanya jadi pembicaraan tanpa aksi nyata untuk sebuah kebebasan.!
Kebebasan yang berharga Kebahagiaan
Contoh dalam lingkup terbatas, adalah dalam hidup interaksi berpasangan sebagai suami istri, kebebasan berpendapat memberi bobot yang lebih kuat bagi pasangan itu menjalani kehidupan berpasangannya. Sepasang suami istri akan mendapat masalah jika kebebasan berpendapatnya terbelenggu, tentu saja ini dalam kontek kebebesan berekspresi yang positif, seperti diberi kebebasan memberi saran untuk merancang desain rumah, dan hal-hal yang harus diambil kata sepakat sebagai pasangan.
Kebebasan berekspresi negatiflah yang harus dibelenggu dengan bijaksana, bukan saja oleh pasangan kita, tentu oleh diri kita sendiri, yaitu seperti kebebasan ‘mengomel’ kebebasan mencaci maki jika tidak sependapat, kebebasan menuntut secara egois. Nah peran ‘harga’ dari sebuah kebebasan menghasilkan kejadian penuh resiko negatif, jika kita mengelarnya juga secara negatif.
Kebebasan yang menghasilkan kebahagiaan, adalah dimana kebebasan itu juga memberi hak bahagia pada pihak lain, serta memikirkan apa dan bagaimana segala resiko dan toleransinya akan berefek. Sayangnya tipis pemisah antara kebebasan yang menghasilkan toleransi dan resiko untuk sebuah hubungan karena dirancukan oleh manipulasi emosi dari masing-masing pihak.
kita berharap komunitas Kompasiana ini tetap menjadi ajang kebebasan dalam berecpresi baik dalam pengiriman tulisan maupun dalam berkomentar, tetapi menjaga / menjunjung tinggi azas bertoleransi, dan siap menerima resiko dari interaksi dan aksi sesama anggotanya. dimana kita terkumpul dari multi suku, multi ras dan multi agama.!

No comments:

Post a Comment